Irfan Saifulloh
Universitas Gunadarma
Ahmad Nasher
Kebudayaan
Jawa Barat
Sejarah
Jawa Barat sebagai pengertian
administratif mulai digunakan pada tahun 1925 ketika
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa
Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi Hindia
Belanda atas kesatuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun 1925, digunakan
istilahSoendalanden (Tanah Sunda) atau Pasundan, sebagai istilah
geografi untuk menyebut Pulau Jawa di sebelah barat Sungai Cilosari dan
Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan Bahasa Sunda sebagai
bahasa ibu.
Penduduk
Jawa Barat merupakan provinsi dengan
jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Kerana letaknya yang berdekatan dengan
ibu kota negara maka hampir seluruh suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat
di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat adalah Suku Sunda yang
merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah Suku Jawa yang
banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak
mendiami daerah bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta.Suku Minang dan Suku Batak banyak
mendiami Kota-kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung,Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sementara itu Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di
seluruh daerah Jawa Barat.
Agama
Majoriti penduduk di Jawa Barat
memeluk agama Islam (97%).
Selain itu provinsi Jawa Barat memiliki bandar-bandar yang menerapkan syariat
Islam, seperti Cianjur, Kabupaten
Tasik Malaya, serta Kota Tasikmalaya diperlakukan
kepada sebahagian besar warganya yang menganut agama Islam. Agama Kristian banyak
pula terdapat di Jawa Barat, terutama dianut oleh Orang Tionghoa dan sebahagian Orang Batak.
Agama minoriti lainnya yang terdapat di Provinsi Jawa Barat adalahBuddha, Hindu dan Konfusianisme
SENI DAN BUDAYA ( JAWA BARAT )
Seni Karawitan
1. Alat Musik Angklung
Angklung merupakan sebuah alat musik
tradisional terkenal yang dibuat dari bambu dan merupakan alat musik asli Jawa
Barat, Indonesia. Dulunya, angklung memegang bagian penting dari aktivitas
upacara tertentu, khususnya pada musim panen. Suara angklung dipercaya akan
mengundang perhatian Dewi Sri (Nyi Sri Pohaci) yang akan membawa kesuburan
terhadap tanaman padi para petani dan akan memberikan kebahagian serta
kesejahteraan bagi umat manusia.
Angklung yang tertua di dalam
sejarah yang masih ada disebut Angklung Gubrag dibuat di Jasinga, Bogor,
Indonesia dan usianya telah mencapai 400 tahun. Sekarang ini, beberapa angklung
tersebut disimpan di Museum Sri Baduga, Bandung, Indonesia.
Dengan berjalannya waktu, Angklung
bukan hanya dikenal di seluruh Nusantara, tetapi juga merambah ke berbagai
negara di Asia. Pada akhir abad ke-20, Daeng Soetigna menciptakan angklung yang
didasarkan pada skala suara diatonik. Setelah itu, angklung telah digunakan di
dalam bisnis hiburan sejak alat musik ini dapat dimainkan secara berpadu dengan
berbagai macam alat musik lainnya. Pada tahun 1966, Udjo Ngalagena, seorang
siswa dari Tuan Daeng Soetigna mengembangkan angklung berdasarkan skala suara
alat musik Sunda, yaitu salendro,pelog, dan madenda.
Macam-macam Angklung
a) Angklung
Kanekes
Angklung di daerah Kanekes (kita
sering menyebut mereka Badui) digunakan terutama karena hubungannya dengan
upacara padi, bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang. Angklung digunakan
atau dibunyikan ketika mereka menanam padi di huma (ladang). Angklung ditabuh
ketika orang Kanekes menanam padi; ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun),
terutama di Kajeroan (Tangtu, Badui Jero), dan ada yang dengan ritmis tertentu,
yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, angklung masih bisa ditampilkan
di luar ritus padi dan tetap memunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh
hingga masa ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan
dari sejak ditanamnya padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua
kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam
padi berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun angklung,
yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung setelah
dipakai.
Dalam sajian hiburan, angklung
biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung
di buruan(halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan
bermacam-macam lagu, antara lain: “Lutung Kasarung”, “Yandu Bibi”, “Yandu
Sala”, “Ceuk Arileu”, “Oray-orayan”, “Dengdang”, “Yari Gandang”, “Oyong-oyong
Bangkong”, “Badan Kula”, “Kokoloyoran”, “Ayun-ayunan”, “Pileuleuyan”, “Gandrung
Manggu”, “Rujak Gadung”, “Mulung Muncang”, “Giler”, “Ngaranggeong”, “Aceukna”,
“Marengo”, “Salak Sadapur”, “Rangda Ngendong”, “Celementre”, “Keupat Reundang”,
“Papacangan”, dan “Culadi Dengdang”.
Para penabuh angklung sebanyak
delapan orang dan tiga penabuh bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil
berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang ngalage (menari)
dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana. Semuanya dilakukan
hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Badui Dalam, mereka
dibatasi oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan,
tabu), tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang berlebihan.
Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.
Nama-nama angklung di Kanekes dari
yang terbesar adalah: indung, ringkung, dongdong,gunjing, engklok, indung
leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari
dua buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang
adalah: bedug, talingtit, dan ketuk.
Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung
Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak tiga buah. Di Kajeroan, kampung
Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan,
Kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.
Di Kanekes yang berhak membuat
angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu, Badui Jero). Kajeroan terdiri dari tiga
kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak
semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan berhak saja yang
mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat ritual. Pembuat angklung di
Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah.
Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.
b) Angklung Dogdog
Lojor
Kesenian dogdog lojor terdapat
di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang
tersebar di sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan Sukabumi, Bogor, dan
Lebak). Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu
instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan angklung karena kaitannya
dengan acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat
mengadakan acara Serah Taun atau Seren Taundi
pusat kampung adat. Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh)
tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.
Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya.
Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam baresan pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya.
Instrumen yang digunakan dalam
kesenian dogdog lojor adalah dua buah dogdog lojor dan empat buah angklung
besar. Keempat buah angklung ini memunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong,
kemudian panembal, kingking, dan inclok.
Tiap instrumen dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.
Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya: “Bale Agung”, “Samping Hideung”,
“Oleng-oleng Papanganten”, “Si Tunggul Kawung”, “Adulilang”, dan “Adu-aduan”.
Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.
c) Angklung
Gubrag
Angklung gubrag terdapat di Kampung
Cipining, Kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan
digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam
padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan)
ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada
ketika suatu masa Kampung Cipining mengalami musim paceklik.
d) Angklung
Badeng
Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau ke-17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen, dan Nursaen belajar agama Islam ke Kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.
Angklung yang digunakan sebanyak
sembilan buah, yaitu dua angklung roel, satu angklung kecer, empat angklung
indung dan angklung bapa, dua angklung anak, dua buah dogdog, dua buah terbang
atau gembyung, serta satu kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang
bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan pula
bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik,
serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain disajikan lagu-lagu,
disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.
Lagu-lagu badeng: “Lailahaileloh”, “Ya’ti”, “Kasreng”, “Yautike”, “Lilimbungan”,
dan “Solaloh”.
2. Seni Pertunjukan Buncis
Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan sebagai seni hiburan. Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi, karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan. Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit, lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung dijual, tidak disimpan di lumbung. Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk acara-acarangunjal(membawa padi) tidak diperlukan lagi.
Nama kesenian buncis berkaitan
dengan sebuah teks lagu yang terkenal di kalangan rakyat, yaitu “cis kacang
buncis nyengcle …”. Teks tersebut terdapat dalam kesenian buncis,
sehingga kesenian ini dinamakan buncis.
Instrumen yang digunakan dalam
kesenian buncis: dua angklung indung, dua angklung ambrug, satu angklung
panempas, dua angklung pancer, satu angklung enclok, tiga buah dogdog (satu
talingtit, satu panembal, dan satu badublag). Dalam perkembangannya kemudian
ditambah dengan tarompet, kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro
dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung. Lagu-lagu buncis di
antaranya: “Badud”, “Buncis”, “Renggong”, “Senggot”, “Jalantir”, “Jangjalik”,
“Ela-ela”, “Mega Beureum”. Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula
lagu-lagu dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki pemain angklung,
kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.
Dari beberapa jenis musik bambu di
Jawa Barat (angklung) di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni
pertunjukan angklung, yakni: angklung buncis (Priangan/Bandung), angklung badud
(Priangan Timur/Ciamis), angklung bungko (Indramayu), angklung gubrag (Bogor),
angklung ciusul (Banten), angklung dog dog lojor (Sukabumi), angklung badeng
(Malangbong, Garut), dan angklung padaeng yang identik dengan angklung nasional
dengan tangga nada diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938. Angklung khas
Indonesia ini berasal dari pengembangan angklung Sunda. Angklung Sunda yang
bernada lima (salendro atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle
(1908—1984) diubah nadanya menjadi tangga nada Barat (solmisasi) sehingga dapat
memainkan berbagai lagu lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke
siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.
3. Wayang Golek
Wayang Golek adalah boneka kayu yang
dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita pewayangan.
Dimainkan oleh seorang Dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara
tokoh yang dimainkan. Wayang golek sangat digemari oleh masyarakat Sunda
khususnya. Lazimnya wayang golek dipergelarkan pada malam hari sampai dini
hari.
|
Seni Tari
1. Tari Jaipong
a) Tari Jaipong
adalah tarian yang paling terkenal di Jawa Barat. Jaipong adalah seni tari yang
lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Ia
terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu
menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari
tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia
dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.
b) Karya Jaipong
pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser
Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari
berpasangan (putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap
sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin
popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di media televisi,
hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah atau
oleh pihak swasta.
c) Saat ini tari
Jaipong merupakan salah satu identitas kesenian Jawa Barat. Hal ini tampak pada
beberapa acara penting saat penyambutan tamu asing di daerah Jawa barat. Tari
Jaipong banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa
Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi
jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern
yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.
- 2. Tari Ketuk Tilu
Tari Ketuk Tilu telah ada kira-kira
di era 1809, dimana ketika dibuatnya Grote Pas Weg, tarian ketuk tilu telah dikenal
oleh masyarakat luas di Jawa Barat. Sebagai tarian rakyat
tradisonal, tari ketuk tilu memiliki tata rias dan busana khas.
Sesuai namanya Tarian Ketuk Tilu
berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisonal yang disebut
“ketuk” sejumlah 3 (tiga) buah. Sebagaimana musik pengiring tarian
lainnya, instrumen ketuk tilu dimainkan secara gabungan dari berbagai alat
musik atau instrumen musik tradisonal yang menciptakan harmoni lagu khas
pengiring tarian maupun nyanyiannya.
Seni Bela diri
Kesenian bela diri yang berasal dari
daerah Jawa Barat adalah Tarung Drajat. Olahraga Tarung Derajat
diciptakan oleh seorang putra bangsa Indonesia yaitu Sang Guru (Haji Achmad
Dradjat, Drs.), yang akrab disapa dengan nama populernya “AA-BOXER”. Olahraga
ini dilahirkannya sebagai suatu seni ilmu beladiri dengan memiliki aliran dan
wadah tersendiri tanpa berapliasi dengan aliran lain dan organisasi beladiri
lainnya yang ada di bumi Indonesia. Namun, keberadaan Tarung Derajat tidak
muncul dengan sendirinya, akan tetapi memiliki latar belakang suatu riwayat
perjalanan hidup Sang Guru.
Beladiri ini muncul dari pengalaman
hidup yang pernah dilakoni oleh Sang Guru sekitar tahun 1968 hingga tahun
1970-an, anak muda ini waktu itu sering terlibat aksi kekerasan pisik,
penganiayaan, perkelahian, pemerasan, dan penghinaan. Olahraga ini menciptakan teknik
beladiri dari berbagai beladiri yang pernah dipelajarinya yaitu memadukan lima
unsur fungsi gerakan beladiri, seperti: memukul, menendang, menangkis,
membanting dan mengelak.
Adat istiadat yang diwariskan
leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dipelihara dan dihormati. Dalam daur
hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat seperti:
upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak, Perkawinan, Kematian
dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan dikenal upacara adat
yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan
mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin dunia dan akhirat. Beberapa
kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
UPACARA DAUR HIDUP MANUSIA
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Empat
Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila
seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih
disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara
mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada
tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil. Namun
sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan
menginjak empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat
ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara
Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat,
biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan
selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan
Upacara Tingkeban adalah upacara
yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu
dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan
selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu
yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai
empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena
bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang
tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya
membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan
Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan
setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara ini diadakan
pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan selamat
karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai
simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan,
lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan
lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun
dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan
ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu
disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara
ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan
seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pada
pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung
beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang
kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang
hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil
dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah
mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan
dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang
dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
- 1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai
saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan
upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai. Bersamaan dengan
bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan
dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah
lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil
(elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh
seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga
yang dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara
memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu
bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelah-belah ),
kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud
dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas
terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
3 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali
pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas itu oleh
indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar bayi
ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan
diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke
luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian
nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah
bubur putih. Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara
bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi
yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni,
pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat
bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus
dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun
dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari
bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah upacara
menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur telah
dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu kelak
menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di alam
akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah bayi
berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan
yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak
laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan
jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih untuk upacara
Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba
itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah
itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara
pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal lingkungan dan
sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat digendong
dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun dilaksanakan setelah
tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa diadakan pengajian
untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang
yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang diletakan di ruang
tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh anak-anak.
3. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk
membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Upacara
cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih
kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan
selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
4. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara
pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan setelah bayi
itu agak besar, setelah dapat merangkak atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara
ini dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian dan untuk mengetahui akan
menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi petani, pedagang, atau akan
menjadi orang yang berpangkat. Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap
dari upacara Nurunkeun, selain aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk
menggendong, tikar atau taplak putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung,
gelang, cincin), uang yang terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan
puluh ribuan. Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan
doa selamat, setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah.
Di halaman rumah telah dipersiapkan
aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya
kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan
agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu dilepaskan di atas
barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan
barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu
menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang, menandakan
anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila yang
dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang berpangkat
atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
C. Upacara Masa Kanak-kanak
- Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak
perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah agar gigi anak
perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik. Upacara Gusaran
dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya
upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para undangan,
selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian
Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu, setelah
selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair
lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya dalam
upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk
memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan
dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis . Anak yang telah menjalani
upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai
umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan diselenggarakan pada waktu anak itu
masih kecil atau masih bayi, supaya tidak malu. Upacara sunatan diselenggarakan
biasanya jika anak laki-laki menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan
selain paraji sunat, juga diundang para tetangga, handai tolan dan kerabat.
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali
anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini
hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah
berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh
paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang
memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan
macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu
disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan
dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk
diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun
berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep
kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya.
Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek,
sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah,
pada upacara ini biasanya
dilaksanakan adat :
(1) Neundeun
Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis
untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan
dilamar.
(2) Ngalamar :
nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar
si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu
penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan
uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat,
kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue
& buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang
bertunangan.
(3) Seserahan :
yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk
dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat
terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa
uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini
tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini
dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan
pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh :
artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini
dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah
kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah
dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk
upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang,
tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang
dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk
menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan
kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat.
Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat
dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan
dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya keinginan dari
kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu ayah calon
mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada
mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu atau
Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah biasa
dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya
adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai,
mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2
orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali
dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu. Kalimat menikahkan
dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul
(kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria
membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara
diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman :
yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk memohon do’a
restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer) :
perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang
kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan
untuk menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di
halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru
sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para
undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun
makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer,
intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling
mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog :
atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati
tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin,
seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera
(alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir
telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua
perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan,
mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria
menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh
air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah
hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan pengabdian seorang
istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu :
upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita
masuk ke
dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa
mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran
mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama
Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan
masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang
dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua
mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai
telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang
bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai
lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian
terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah
itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan agar
kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas
sepenuh hati. Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk
di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat
dari para undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian
upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut: memandikan mayat,
mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah dan
tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah orang
yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal
ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan
beriman dalam menghadapi cobaan.
Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).
Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).
UPACARA ADAT BERTANI
A. Upacara Adat Seren Taun
Upacara Seren Taun yaitu upacara adat yang intinya mengangkut padi (ngakut pare) dari sawah ke leuit (lumbung padi) dengan menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong dengan diiringi tabuhan musik tradisional. Selanjutnya di adakan riungan (pertemuan) antara sesepuh adat/pemuka masyarakat dengan pejabat pemerintah setempat. Dalam riungan tersebut antara lain. Disampaikan kabar gembira kepada pejabat setempat mengenai keberhasilan panen (hasil tani) dan kesejahteraan masyarakat yang dicapai dalam kurun waktu yang telah dilalui. Salah satu ciri khas upacara seren taun adalah melalukan seba, yaitu menyampaikan aneka macam hasil panen kepada pejabat setempat agar ikut menikmati hasil tani mereka.
Salah satu tujuan upacara seren taun ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya bertani serta mengharapkan pada masa mendatang akan lebih berhasil lagi. Upacara seren taun dapat dijumpai di Kasepuhan Sirnarasa Cisolok-Sukabumi Selatan, Cigugur Kuningan dan Baduy-Lebak/Banten.
Upacara Seren Taun yaitu upacara adat yang intinya mengangkut padi (ngakut pare) dari sawah ke leuit (lumbung padi) dengan menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong dengan diiringi tabuhan musik tradisional. Selanjutnya di adakan riungan (pertemuan) antara sesepuh adat/pemuka masyarakat dengan pejabat pemerintah setempat. Dalam riungan tersebut antara lain. Disampaikan kabar gembira kepada pejabat setempat mengenai keberhasilan panen (hasil tani) dan kesejahteraan masyarakat yang dicapai dalam kurun waktu yang telah dilalui. Salah satu ciri khas upacara seren taun adalah melalukan seba, yaitu menyampaikan aneka macam hasil panen kepada pejabat setempat agar ikut menikmati hasil tani mereka.
Salah satu tujuan upacara seren taun ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya bertani serta mengharapkan pada masa mendatang akan lebih berhasil lagi. Upacara seren taun dapat dijumpai di Kasepuhan Sirnarasa Cisolok-Sukabumi Selatan, Cigugur Kuningan dan Baduy-Lebak/Banten.
B. Upacara Adat Kawin Tebu
Upacara tradisional Kawin Tebu
dilaksanakan seperti upacara perkawinan manusia, yang mana satu batang tebu
dikawinkan dengan tebu yang lainnya dengan suatu prosesi upacara. Upacara ini
dilaksanakan setelah panen menjelang tebu dimasukan ke pabrik untuk diproses
menjadi gula, atau awal musim tanam tebu. Menjelang diadakan perkawinan tebu
ditampilkan berbagai atraksi kesenian yang diikuti oleh masyarakat setempat,
terutama oleh para pekerja pabrik gula dan keluarganya. Upacara ini sebagai
ungkapan rasa syukur atas hasil tanam yang dicapai serta memohon kepada tuhan
YME. agar hasil tanam yang akan datang lebih baik lagi. Upacara ini terdapat di
daerah Kadipaten, Kabupaten Majalengka.
C. Upacara Adat Ampih Pare
Upacara Ampih Pare adalah upacara menyimpan hasil panen padi dari sawah/ladang ke tempat penyimpanan padi (pare) yang disebut leuit. Pada pelaksanaannya para petani dengan memakai pakaian adat yang khas, memikul hasil panennya dengan menggunakan alat pikul yang disebut “rengkong”. Selama perjalanan alat pikul tersebut menimbulkan bunyi yang khas, upacara ampih pare merupakan suatu prosesi pertunjukan kesenian yang khas. Terdapat di Kabupaten Sumedang, Cianjur, Karawang dan Subang.
Upacara Ampih Pare adalah upacara menyimpan hasil panen padi dari sawah/ladang ke tempat penyimpanan padi (pare) yang disebut leuit. Pada pelaksanaannya para petani dengan memakai pakaian adat yang khas, memikul hasil panennya dengan menggunakan alat pikul yang disebut “rengkong”. Selama perjalanan alat pikul tersebut menimbulkan bunyi yang khas, upacara ampih pare merupakan suatu prosesi pertunjukan kesenian yang khas. Terdapat di Kabupaten Sumedang, Cianjur, Karawang dan Subang.
D. Upacara Adat Ngarot
Upacara Ngarot dilaksanakan pada saat dimulainya musim tanam , yaitu pada awal musim penghujan, saat musim tanam yang baik untuk menggarap tanah palawija di Ladang. Pelaksanaannya dengan cara mengadakan keramaian berupa arak-arakan menuju Bale Desa. Upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon kepada sang Pencipta agar hasil berladangnya diberkahi dan dilimpahkan hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Upacara ini terdapat di daerah Indramayu.
Upacara Ngarot dilaksanakan pada saat dimulainya musim tanam , yaitu pada awal musim penghujan, saat musim tanam yang baik untuk menggarap tanah palawija di Ladang. Pelaksanaannya dengan cara mengadakan keramaian berupa arak-arakan menuju Bale Desa. Upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon kepada sang Pencipta agar hasil berladangnya diberkahi dan dilimpahkan hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Upacara ini terdapat di daerah Indramayu.
E. Upacara Adat Sedekah Bumi
Upacara ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang diterima oleh masyarakat berhasil baik. Upacara tradisi seperti ini terdapat di Cirebon, pelaksanaan upacara ini di Makam Sunan Gunung Jati yang dipimpin oleh Ki Penghulu. Setelah upacara ini selesai, biasanya di Alun-alun diselenggarakan berbagai kesenian, sebagai acara puncaknya pergelaran Wayang Orang.
Upacara ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil bumi yang diterima oleh masyarakat berhasil baik. Upacara tradisi seperti ini terdapat di Cirebon, pelaksanaan upacara ini di Makam Sunan Gunung Jati yang dipimpin oleh Ki Penghulu. Setelah upacara ini selesai, biasanya di Alun-alun diselenggarakan berbagai kesenian, sebagai acara puncaknya pergelaran Wayang Orang.
F. Upacara Adat Pesta Laut
Upacara Pesta laut biasanya diselenggarakan di daerah pesisir jawa barat seperti Pelabuhan Ratu (Sukabumi) dan Pangandaran (Ciamis). Upacara ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas hasil laut yang diperoleh para nelayan, juga sebagai ungkapan permohonan agar para nelayan selalu selamat dan sehat serta memperoleh hasil laut yang melimpah.
Upacara Pesta laut biasanya diselenggarakan di daerah pesisir jawa barat seperti Pelabuhan Ratu (Sukabumi) dan Pangandaran (Ciamis). Upacara ini dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas hasil laut yang diperoleh para nelayan, juga sebagai ungkapan permohonan agar para nelayan selalu selamat dan sehat serta memperoleh hasil laut yang melimpah.
Di dalam upacara tersebut
perahu-perahu nelayan dihiasi dengan berbagai ornamen berwarna-warni yang
dinaiki oleh para nelayan dan dilengkapi sesajen. Yang unik dalam upacara ini
adalah para nelayan menghadiahkan kepala kerbau yang sudah dibungkus kain putih
kepada penguasa laut sebagai penolak bala. Perahu yang membawa sesajen dan
kepala kerbau berada di posisi paling depan dan diikuti perahu-perahu lainnya
yang ditumpangi para nelayan dan keluarganya serta masyarakat setempat. Perahu
melaju ke tengah laut mereka bersorak- ria sambil memainkan alat musik serta
menyanyikan lagu-lagu pujian terhadap Tuhan pencipta alam semesta, mereka
menikmati upacara tersebut. Sebelum kepala kerbau dihanyutkan di tengah laut,
mereka berdo’a bersama untuk keselamatan. Pesta laut diadakan setahun sekali.
UPACARA ADAT KEAGAMAAN
A. Upacara Ngirab/Rebo Wekasan
Upacara ini ditandai dengan berziarahnya masyarakat setempat ke makam Sunan Kalijaga, yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar, karena waktu tersebut dianggap hari yang paling baik untuk menghilangkan bencana dan kemalangan dalam hidup manusia. Setelah upacara selesai, dilanjutkan dengan berbagai pertandingan seperti lomba mendayung dan sebagainya. Upacara ini biasa dilaksanakan di sungai Drajat, Kota Cirebon.
Upacara ini ditandai dengan berziarahnya masyarakat setempat ke makam Sunan Kalijaga, yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar, karena waktu tersebut dianggap hari yang paling baik untuk menghilangkan bencana dan kemalangan dalam hidup manusia. Setelah upacara selesai, dilanjutkan dengan berbagai pertandingan seperti lomba mendayung dan sebagainya. Upacara ini biasa dilaksanakan di sungai Drajat, Kota Cirebon.
B. Upacara Maulud Nabi Muhammad Saw
Upacara ini adalah merupakan upacara keagamaan. Maulud Nabi Muhammad SAW adalah peringatan hari lahirnya Nabi Besar Muhammad SAW dimana sejumlah masyarakat berkumpul berdatangan dari berbagai daerah di luar Kota Cirebon untuk mengikuti upacara tersebut. Setelah selesai upacara dilanjutkan dengan ziarah ke makam para wali dan kramat-kramat lainnya, baik dari masyarakat Cirebon maupun masyarakat dari luar daerah. Di tiap daerah pun diadakan peringatan Maulud Nabi Muhammad Saw, dengan cara pengajian dan pembacaan solawat kepada Nabi Muhammad Saw disertai ceramah keagamaan.
Upacara ini adalah merupakan upacara keagamaan. Maulud Nabi Muhammad SAW adalah peringatan hari lahirnya Nabi Besar Muhammad SAW dimana sejumlah masyarakat berkumpul berdatangan dari berbagai daerah di luar Kota Cirebon untuk mengikuti upacara tersebut. Setelah selesai upacara dilanjutkan dengan ziarah ke makam para wali dan kramat-kramat lainnya, baik dari masyarakat Cirebon maupun masyarakat dari luar daerah. Di tiap daerah pun diadakan peringatan Maulud Nabi Muhammad Saw, dengan cara pengajian dan pembacaan solawat kepada Nabi Muhammad Saw disertai ceramah keagamaan.
C. Upacara Adat Nyalawean
Upacara Nyalawean merupakan upacara keagamaan untuk memperingati hari lahirnya Nabi besar Muhammad SAW yang diselenggarakan di alun-alun desa Trusmi , Kabupaten Cirebon selama 5 hari. Upacara ini dilaksanakan 12 hari setelah peringatan yang sama di keraton Cirebon. Selain dilaksanakannya upacara keagamaan, juga mengadakan ziarah ke makam para leluhur orang Trusmi agar memperoleh rahmat, kesejahteraan serta kebahagiaan.
Upacara Nyalawean merupakan upacara keagamaan untuk memperingati hari lahirnya Nabi besar Muhammad SAW yang diselenggarakan di alun-alun desa Trusmi , Kabupaten Cirebon selama 5 hari. Upacara ini dilaksanakan 12 hari setelah peringatan yang sama di keraton Cirebon. Selain dilaksanakannya upacara keagamaan, juga mengadakan ziarah ke makam para leluhur orang Trusmi agar memperoleh rahmat, kesejahteraan serta kebahagiaan.
D. Upacara Peringatan Isro Mi’raj
Di setiap daerah di Jawa Barat khususnya bagi umat Islam, setiap tanggal 27 bulan Rajab biasa dilakukan peringatan Isro Mi’raj. Isro yaitu hijrahnya Nabi Muhammad dari masjidil Haram Mekah ke mesjidil Aqso. Sedangkan Mi’raj adalah peristiwa naiknya Nabi Muhammad ke langit ke tujuh dan diberikannya wahyu untuk melaksanakan sholat 5 waktu sehari. Pada pelaksanaan peringatan Isra Miraj biasa diadakan pengajian, pembacaan solawat dan ceramah keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar manusia dalam menjalankan hidupnya harudisertai dengan peningkatan ibadah terhadap Allah SWT. Seusai kegiatan tersebut biasa diadakan makan nasi tumpeng bersama.
E. Upacara Lebaran 1 Syawal
Setelah puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan, pada tanggal 1 Syawal merupakan hari raya Idul fitri atau hari lebaran, yaitu hari dimana umat Islam merayakan hari yang penuh kesucian dan kebebasan, bebas dari puasa dan bebas dari dosa. Pagi hari setelah solat subuh, umat Islam yang merayakan Lebaran solat berjamaah di lapangan atau di mesjid, mendengarkan ceramah dan berdo’a. Setelah itu bersalaman saling memaafkan. Begitu pula sesampainya di rumah diadakan upacara sungkeman, orang tua duduk berdampingan, anak-anaknya sungkem bersalaman saling memaafkan antara anggota keluarga. Setelah itu makan bersama yaitu makan khas Lebaran “ketupat” beserta lauk-pauk dan makanan lainnya khas lebaran. Selanjutnya mereka dengan baju barunya pergi ke tetangga dan kerabat untuk bersilaturahmi saling memaafkan sambil membawa makanan atau hadiah lainnya. Ada juga yang berziarah terlebih dahulu ke makam keluarga untuk mendo’akan para arwah. Masyarakat Sunda umumnya melaksanakan lebaran ini dengan penuh hikmah dan semangat.
Setelah puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan, pada tanggal 1 Syawal merupakan hari raya Idul fitri atau hari lebaran, yaitu hari dimana umat Islam merayakan hari yang penuh kesucian dan kebebasan, bebas dari puasa dan bebas dari dosa. Pagi hari setelah solat subuh, umat Islam yang merayakan Lebaran solat berjamaah di lapangan atau di mesjid, mendengarkan ceramah dan berdo’a. Setelah itu bersalaman saling memaafkan. Begitu pula sesampainya di rumah diadakan upacara sungkeman, orang tua duduk berdampingan, anak-anaknya sungkem bersalaman saling memaafkan antara anggota keluarga. Setelah itu makan bersama yaitu makan khas Lebaran “ketupat” beserta lauk-pauk dan makanan lainnya khas lebaran. Selanjutnya mereka dengan baju barunya pergi ke tetangga dan kerabat untuk bersilaturahmi saling memaafkan sambil membawa makanan atau hadiah lainnya. Ada juga yang berziarah terlebih dahulu ke makam keluarga untuk mendo’akan para arwah. Masyarakat Sunda umumnya melaksanakan lebaran ini dengan penuh hikmah dan semangat.
Kesimpulan :
Dapat kita
lihat dari artikel ini begitu banyak kebudayaan – kebudayaan yang ada di Indonesia
khususnya di provinsi Jawa Barat, mulai dari seni tari, berbagai macam alat
musiknya, seni pertunjukan, seni bela diri, dan juga berbagai macam upacara –
upacara adat yang ada. Tentu pada setiap daerah memiliki kebudayaan yang
berbeda juga.
Banyak hal
yang dapat menyebabkan berbedanya kebudayaan pada setiap daerah tersebut,
seperti :
1.
Faktor adat istiadat
Faktor adat istiadat adalah nilai tidak bersifat universal artinya tidak untuk setiap masyarakat/kelompok menerima nilai tersebut, sehingga nilai antara suatu daerah dengan daerah lainya berbeda-beda.
Contoh: adat istiadat masyarakat SUNDA dengan masyarakat JAWA tengah berbeda.
2. Faktor agama
Faktor agama adalah faktor yg paling mempengaruhi norma dan nilai , karena di setiap agama berbeda pantangan dan ibadah nya.
Contoh : di agama islam alkohol dan daging babi itu HARAM tetapi di agama lain tidak di haram kan.
3. Faktor lingkungan (tempat tinggal)
Faktor lingkungan adalah faktor lingkungan pun berperan dalam pembedaan nilai dan norma setiap daerah / tempat masing”.
Contoh : lingkungan di pasar sangat berbeda dengan lingkungan di perumahan, jika di pasar ada pereman yg galak tetapi d daerah komplek tdk ada preman (yg memegang/ menarik bayaran”majeg”)
4. Faktor kebiasaan
Faktor kebiasaan adalah faktor yg d pengaruhi oleh sering tidak nya orang itu melaksanakan suatu pekerjaan.
Contoh : orang yg berada di pesantren sudah terbiasa membaca Al- Quran dan salat, tetapi orang yg berada di Jalan” luar belum tentu terbiasa salat dan membaca AL-Quran.
5. Faktor tradisi/ budaya
faktor budaya adalah budaya di dlam suatu masyarakat/kelompok berbeda-beda, begitu pun juga norma dan nilai di dlam suatu masyarakat berbeda-beda, jadi hubungan antara buda dan nilai yaitu suatu norna di dalam suatu masyarakat memiliki perbedaan masing-masing.
6. Faktor Suku
Suku-Suku Di Indonesia Bermacam-Macam Ada Suku Sunda, Jawa , Minang Dan Lain-Lain.Setiap Suku Memiliki Suatu Nilai Dan Norma Yang Berbeda-Beda, Contohnya Jika Di Jawa Barat Di Dlam Suatu Pernikahaan Itu Yang Melamar Laki-Laki, Teapi Di Sumatra Barat Yang Melamar Itu Perempuan.
Faktor adat istiadat adalah nilai tidak bersifat universal artinya tidak untuk setiap masyarakat/kelompok menerima nilai tersebut, sehingga nilai antara suatu daerah dengan daerah lainya berbeda-beda.
Contoh: adat istiadat masyarakat SUNDA dengan masyarakat JAWA tengah berbeda.
2. Faktor agama
Faktor agama adalah faktor yg paling mempengaruhi norma dan nilai , karena di setiap agama berbeda pantangan dan ibadah nya.
Contoh : di agama islam alkohol dan daging babi itu HARAM tetapi di agama lain tidak di haram kan.
3. Faktor lingkungan (tempat tinggal)
Faktor lingkungan adalah faktor lingkungan pun berperan dalam pembedaan nilai dan norma setiap daerah / tempat masing”.
Contoh : lingkungan di pasar sangat berbeda dengan lingkungan di perumahan, jika di pasar ada pereman yg galak tetapi d daerah komplek tdk ada preman (yg memegang/ menarik bayaran”majeg”)
4. Faktor kebiasaan
Faktor kebiasaan adalah faktor yg d pengaruhi oleh sering tidak nya orang itu melaksanakan suatu pekerjaan.
Contoh : orang yg berada di pesantren sudah terbiasa membaca Al- Quran dan salat, tetapi orang yg berada di Jalan” luar belum tentu terbiasa salat dan membaca AL-Quran.
5. Faktor tradisi/ budaya
faktor budaya adalah budaya di dlam suatu masyarakat/kelompok berbeda-beda, begitu pun juga norma dan nilai di dlam suatu masyarakat berbeda-beda, jadi hubungan antara buda dan nilai yaitu suatu norna di dalam suatu masyarakat memiliki perbedaan masing-masing.
6. Faktor Suku
Suku-Suku Di Indonesia Bermacam-Macam Ada Suku Sunda, Jawa , Minang Dan Lain-Lain.Setiap Suku Memiliki Suatu Nilai Dan Norma Yang Berbeda-Beda, Contohnya Jika Di Jawa Barat Di Dlam Suatu Pernikahaan Itu Yang Melamar Laki-Laki, Teapi Di Sumatra Barat Yang Melamar Itu Perempuan.
Jadi, dari berbagai perbedaan yang
ada itu, seharusnya bukan menjadi hal yang dapat memecah bela Indonesia
seharusnya karena perbedaan itu lah yang akan menjadikan penyatu untuk bangsa
Indonesia. Indonesia ini adalah negara yang memiliki banyak pulau baik pulau-pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Pada setiap daerah tersebut memiliki banyak sekali kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda-beda. Maka dari itu kita sebagai generasi bangsa ini seharusnya dapat mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang melimpah ini agar generasi selanjutnya juga dapat mengetahui secara nyata kebudayaan tersebut bukan hanya melihat dari buku atau video-video pada media internet atau sejenisnya.
Sumber tulisan: